top of page
  • Writer's picturemedia arah

Siasat Dosen Sekaligus Kaum PJKA Hadapi Pembelajaran Tatap Muka


Sumber : Dok. Istimewa | Grafis : Dhanty

Jumlah penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia masih mengkhawatirkan, meski begitu, ada beberapa instansi, baik pemerintah maupun swasta, secara terang-terangan mulai menerapkan new normal. Hal ini ditandai dengan mengalihkan sistem WFH (Work From Home) yang sudah berjalan kurang lebih 3 bulan dan kembali menjalani sistem WFO (Work From Office) seperti semula.


Seperti Politeknik Transportasi Darat Indonesia STTD (PTDI-STTD) yang mulai melangsungkan pembelajaran secara tatap muka. Hal itu mendorong beberapa dosen dan karyawan untuk kembali mengisi absen di kampus. Salah satunya Widorisnomo, Dosen Manajemen Transportasi Jalan yang harus kembali ke Bekasi setelah melakukan karantina bersama keluarganya di Yogyakarta.


Selain pengajar, ia juga termasuk kaum Pulang Jumat Kembali Ahad (PJKA) yang memanfaatkan potongan harga lansia sebesar 10% dari PT. KAI. “Jakarta dan Bekasi, keduanya sama saja, sama-sama tempatnya orang bekerja, kalau mau menikmati hidup ya di jogja bersama keluarga. Walaupun butuh waktu untuk menuju ke sana, rasa lelahnya tetap terasa beda dibandingkan menghadapi semrawut jalanan Bekasi,” keluhnya.


Di samping itu, Wido, begitu panggilan akrabnya juga sedang membimbing taruna dan taruninya yang sedang menjalankan Pelatihan Kerja Lapangan (PKL) di Magelang, Jawa Tengah. Sambil menyelam minum air, begitulah peribahasa yang cocok, di sela menjalani tugas, sesekali Wido menyempatkan diri mampir ke rumah, meski hanya semalam saja. Kini sudah menginjak kunjungan PKL yang ke-7, tak jarang berkas-berkas penting seperti absensi taruna, bahan ajar, hasil ujian sering tertinggal di rumah, sehingga menghambat perkuliahannya.


“Waktu itu naik Kereta Bima dari Gambir menuju ke Lempuyangan, saya sengaja membawa hasil ujian anak-anak biar bisa dikoreksi diperjalanan. Pas mau dibagikan, malah ketinggalan di rumah,” jelas pria paruh baya itu. Di usianya yang tak lagi muda, ia tetap produktif mengajar mahasiswa, walaupun tak jarang banyak hal yang terlewat. Kadang dosen-dosen yang masih lebih muda darinya saja sering lupa, apalagi Wido yang sudah menginjak 62 tahun.


Tak hanya mengoreksi lembar jawab di kereta, Wido juga sesekali melakukan bimbingan dengan tarunanya melalui saluran telepon WhatsApp saat di perjalanan menuju Bekasi. Pembicaraan yang berlangsung kurang lebih 10 menit itu rupanya didengar oleh penumpang lain yang juga seorang mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta. “Saya pikir akan ditegur karena saya berbicara terlalu keras, ternyata mahasiswa itu malah minta pendapat saya terkait skripsinya,” ungkap pria kelahiran Semarang itu.


Semenjak diberlakukannya sistem pembelajaran tatap muka, menghendaki mobilitas yang tinggi pula. Khususnya bagi para dosen yang diberi tanggung jawab membimbing PKL para taruna-taruni. Wido bercerita bahwa dirinya juga lebih was-was untuk menjaga kesehatan. Dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat usianya yang juga rentan, ia setiap dua minggu sekali melakukan rapid test. Salah satu alasannya menggunakan kereta untuk memangkas penggunaan angkutan umum sehingga meminimalisir bertemu atau bersentuhan dengan orang lain.


“Kalau saya naik pesawat biasanya kedapatan tiket dari kantor yang turun di NYIA, sedangkan dari rumah jauh butuh transportasi lain, kalo nyuruh anak kan kejauhan jemputnya. Sama jauhnya juga dari Bekasi ke Cengkareng,” jelasnya. Wido juga menambahkan jika ia naik kereta tidak perlu berganti-ganti moda transportasi karena jarak rumahnya dari stasiun cukup dekat. Biasanya jika dari Bekasi ia diantar oleh anak sulungnya yang kebetulan juga bekerja di Jakarta. Sementara, ketika sampai di Yogyakarta, dia meminta dijemput anak bontotnya. (Ilma)


Editor : Akhsan



26 views0 comments

Commenti


Post: Blog2_Post
bottom of page