top of page
  • Writer's picturemedia arah

Luncurkan Modul PKRS, Upaya Kemendikbud Menyetarakan Pendidikan Seksualitas Bagi Penyandang Disabil


Sumber : dok. pinterest | Grafis : Zaldi

Arah media - Kekerasan seksual masih mendominasi kasus yang dihadapi para penyandang disabilitas. Fenomena yang menimpa para perempuan penyandang disabilitas bagaikan sebuah gunung es, terlihat baik-baik saja di luar, namun dalamnya keropos. Pasalnya, penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas sangat sulit.


Stanford Binne memperkiraan jumlah penyandang disabilitas intelektual sebanyak 2,75 persen dari 280 juta penduduk di Indonesia atau sekitar 7,7 juta orang, dikutip dari Pilar PKBI Jawa Tengah. Pada 2019 lalu, kekerasan terhadap perempuan difabel tercatat sebanyak 89 kasus. Kemudian, sejak awal hingga menjelang akhir 2020, turun menjadi 87 kasus. Kendati demikian, persentase jenis kasus kekerasan seksual pada perempuan disabilitas meningkat 10 persen versi cnn indonesia.


Bahkan, baru-baru ini polisi berhasil mengungkap kasus kekerasan seksual sekaligus penculikan yang menimpa seorang anak berkebutuhan khusus (ABK) berinisial (A) yang masih berumur 16 tahun. Rupanya, tersangka penculikan adalah seorang tukang bakso bernama Praditya Bayu (39). Korban disetubuhi sebanyak 14 kali dalam kurun waktu 23 hari penculikan yang dilansir dari idn times.


Dalam rangka mencegah meluasnya fenomena tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya untuk meningkatkan layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Pada kali ini, Kemendikbud bekerjasama dengan Rutgers WPF Indonesia untuk mengembangkan modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS).


Tidak lain, tujuan dari dirilisnya modul PKRS adalah untuk menyetarakan akses pendidikan soal kesehatan reproduksi bagi kalangan disabilitas yang selama ini kurang diperhatikan. Selayaknya manusia normal, kaum difabel juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas. Meskipun dalam proses mentransfer informasinya butuh cara khusus dan membutuhkan usaha lebih.


Sebagai orang terdekat, orang tua menjadi tumpuan penting bagi berlangsungnya edukasi PKRS ini. Langkah perlindungan yang diberikan pemerintah ini harus sejalan dengan peranan orang tua. Sebab, kepekaan pemerintah terhadap kasus yang kerap menimpa penyandang disabilitas tak berarti apa-apa jika tanpa dukungan penuh dari orang tua.


Tak hanya mengajari sang anak, orang tua juga perlu mengedukasi diri dan keluarga terdekat mereka dalam rangka pencegahan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkar terdekat si anak. Pasalnya, justru kasus terbanyak yang ditemui dilakukan oleh keluarga terdekat mereka.


Pasca secara resmi diluncurkannya modul PKRS ini, lembaga pendidikan yang memayungi penyandang difabel diminta untuk menindaklanjuti hal tersebut. Misalnya, dengan membuat kurikulum baru mengenai pendidikan reproduksi dan seksualitas yang disesuaikan dengan modul. Sebab, masih banyak Sekolah Luar Biasa (SLB) yang masih segan mengedukasi soal reproduksi karena perasaan tabu membahas seks masih tertanam di benak masyarakat Indonesia.(Ilma)





Editor : Intan






















2 views0 comments

Σχόλια


Post: Blog2_Post
bottom of page