Arah Media - Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31, pendidikan merupakan hak setiap warga negara, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini yang mendasari perintisan Sekolah Luar Biasa (SLB) Alam Asatama oleh Ikhsan Marvel Khoirullah.
Pemuda 20 tahun ini mengatakan bahwa pendidikan harus diberikan kepada seluruh warga negara, tanpa membeda-bedakan kondisi fisik dan sosialnya. “Pendidikan itu harus diberikan kepada semua orang dan ABK termasuk di dalamnya. Sebenernya, nggak ada anak yang terlahir bodoh, mereka (ABK—red) itu istimewa. Di balik apa yang kita lihat, ada hal istimewa yang terkadang tidak kita punyai,” kata pemuda yang akrab disapa Ihsan ini.
SLB rintisan yang diberi nama Alam Asatama ini didirikan Ihsan bersama delapan orang temannya. Lokasinya beralamat di Padukuhan Temulawak, Kelurahan Triharjo, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ihsan, yang masih tercatat sebagai Mahasiswa Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini, menjelaskan bahwa ide awal perintisan SLB ini berasal dari ibunya. Sebelum menjadi SLB, lokasi tersebut merupakan tempat yang sering digunakan sebagai Taman Pengajaran Al-Quran (TPA) dimana ibu Ihsan menjadi pengajarnya.
“Kurang lebih setahun ini, ibu saya mengadakan kegiatan TPA di rumah, ngaji bareng anak-anak kecil yang tinggal di sekitar rumah dan itu gratis. Kegiatan ini terus berkembang dan pesertanya terus bertambah banyak. Maka dari itu, ibu meminta saya untuk mendirikan sebuah SLB. Kemudian, saya mengumpulkan teman-teman saya lainnya untuk merintis sekolah ini. Kebetulan, ketika itu, ada seorang donatur yang memberikan uang sebesar Rp50 juta untuk mendukung sekolah ini,” tutur Pemuda asli Sleman tersebut.
Saat ini, SLB Alam Asatama sudah mempunyai 23 siswa. Tuna grahita dan tuna rungu menjadi dua golongan ABK yang paling banyak mendominasi sekolah ini. Sementara ini, kegiatan belajar-mengajar di SLB Alam Asatama hanya dilakukan pada hari Minggu karena seluruh gurunya masih berstatus sebagai mahasiswa. Namun, menurut Ihsan, jika nanti SLB Alam Asatama sudah resmi sebagai SLB yang diakui oleh Dinas Pendidikan (saat ini, sekolah tersebut masih berstatus sekolah non formal), kegiatan belajar-mengajar akan dilaksanakan setiap hari.
Ihsan bercerita bahwa mengajar ABK merupakan hal yang menyenangkan dan sebuah kesempatan yang langka. Menurutnya, mengamati tingkah laku ABK yang unik adalah sesuatu yang dapat menenangkan hatinya. “Ngajar ABK itu nggak ada habisnya, ya. Ada aja tingkah lucu yang mereka lakuin, kadang ada juga yang suka ngambek kalo kita nggak ngasih perhatian ke mereka. Tapi, bagi saya, peristiwa-peristiwa semacam itu malah jadi semangat,” akunya sambil sedikit tertawa.
“Kita sebagai guru harus pandai mengatur strategi dalam memahami kondisi para ABK. Selain itu, kita juga bisa memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di sekitar kita. ABK biasanya tu suka sama hal-hal sederhana, gitu,” lanjutnya.
Terakhir, ia berharap, pada masa mendatang, sekolah yang didirikannya tersebut bisa mencetak anak berkebutuhan khusus yang mandiri dan berbudi pekerti luhur.(Akhsan)
Editor : Intan
Comments