top of page
  • Writer's picturemedia arah

Bersyukur Tetap Bisa Berangkat Studi ke Jepang di Tengah Pandemi


Sumber: asset.kompas.com & Instagram @nikenabilaputri | Grafis : Naila

Yogyakarta, Arah Media - Merebaknya virus Covid-19 tidak hanya menghambat kegiatan ekonomi dunia tetapi juga pendidikan dan izin masuk ke luar negeri. Pandemi ini mengharuskan banyak negara membatasi akses masuk bagi warga asing. Tak hanya itu saja, keberangkatan para penerima beasiswa untuk studi ke luar Indonesia pun secara otomatis ikut terhambat.


Peristiwa ini terjadi pada salah satu mahasiswa lulusan prodi Agronomi UGM, Niken Nabila, yang pada bulan Juni lalu dinyatakan lolos seleksi beasiswa program master di Jepang. Beasiswa yang ia terima merupakan beasiswa Monbukagakusho (MEXT) dari pemerintah Jepang. Perempuan yang kerap disapa Niken ini akan melanjutkan studi S2-nya di Shizuoka University jurusan pertanian.


Akibat pandemi Covid-19, Niken sempat sangat khawatir mengenai keberangkatannya ke Jepang dikarenakan aturan untuk memasuki negara tersebut cukup ketat. Ia harus menunggu kabar selama 4 bulan sejak ia dinyatakan lolos beasiswa. “Jadi kemarin setelah aku dinyatakan lolos masuk master di bulan ke-6, aku ada masa tunggu 4 bulan. Tapi tidak ada kepastian mengenai keberangkatan ke Jepang karena Covid,” ungkap Niken saat dihubungi melalui Instagram pribadinya (23/11/2020).


Ia mengaku bahwa selama berada dalam masa tunggu, para penerima beasiswa MEXT asal Indonesia selalu memantau informasi dari Kementerian Luar Negeri (MOFA) dan Kementerian Kehakiman (MOJ) Jepang mengenai perkembangan larangan perjalanan (travel ban) ke Jepang. Meski demikian, pada bulan September, Jepang mulai membuka travel ban bagi pemegang kartu kependudukan Jepang untuk masuk kembali ke Jepang.


Seiring berjalannya waktu, Jepang mulai membuka travel ban untuk keperluan studi dan bisnis dari beberapa negara namun dengan beberapa syarat khusus. “Untuk yang keperluan studi itu syarat utamanya adalah merupakan mahasiswa penerima beasiswa MEXT,” ungkap Niken. Sehingga pada bulan Oktober, penerima beasiswa MEXT asal Indonesia, termasuk Niken, baru diperbolehkan untuk mengajukan visa ke kedutaan Jepang. Niken mengaku sangat bersyukur saat mendengar kabar tersebut. Hal itu menandakan bahwa dirinya akan segera terbang ke Jepang untuk menjalankan studi S2-nya.


Lebih dalam ia mengungkapkan bahwa selama ada travel ban, Niken dan para penerima beasiswa MEXT asal Indonesia lainnya belum dapat mengajukan visa. Faktor kesiapan universitas tujuan menjadi faktor yang sangat memudahkan proses keberangkatannya ke Negeri Sakura. Niken menambahkan, “Kebetulan universitasku gerak cepat sehingga bisa menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan visa.”


Tidak sampai disitu saja prosesnya, untuk bisa benar menginjakkan kaki di Jepang Niken harus melewati serangkaian syarat-syarat lanjutan. Sebelum berangkat, Niken diwajibkan menjalani tes PCR (Polymerase Chain Reaction) yang hasilnya harus berlaku tiga hari sampai kedatangannya di Jepang. Sesampainya di bandara Jepang ia pun diwajibkan lagi untuk tes antigen.


Selain serangkaian tes untuk menunjukkan dirinya bebas dari Covid-19, sebelum tiba Jepang ia juga harus sudah memesan hotel untuk karantina mandiri selama 14 hari. Biaya penginapan tersebut ditanggung oleh pihak universitas atau pemberi beasiswa bagi yang memiliki beasiswa.


Saat menyinggung alasannya memilih kembali negeri sakura sebagai tujuan studi S2-nya, Niken menjelaskan bahwa dirinya sudah mulai familiar dengan budaya negara, bahasa, dan karakter penduduk Jepang. Sebelum lulus dari UGM, Niken ternyata sempat melakukan riset di Jepang untuk skripsinya. “Ditambah lagi aku sudah familiar dengan sistem pendidikan di sini dan aku merasa cocok,” tambahnya.


Faktor tingkat keamanan di Jepang juga menjadi pertimbangan Niken memilih untuk menjalani studi S2 disana. Di akhir wawancara, ia memberikan sebuah pesan untuk teman-teman yang ingin mendapatkan beasiswa studi di luar negeri. Ia menyarankan untuk sering mengulik info beasiswa terkait.


Untuk studi di Jepang, ia mengungkapkan bahwa ada banyak sekali beasiswa yang dibuka. “Semua itu tergantung pada kualifikasi yang sesuai dengan pendaftar. Dimulai dari mencari informasi mengenai universitas tujuan hingga calon profesor di universitas tujuan,” ungkapnya. Apabila memiliki koneksi dengan profesor, maka itu bisa mempermudah proses pendaftaran sekolah maupun beasiswa.(Dhanty)




Editor : Intan


2 views0 comments

Commentaires


Post: Blog2_Post
bottom of page