top of page
Writer's picturemedia arah

Belajar Seni Memimpin Tanpa Jabatan dari Buku “The Leader Who Had No Title”


Sumber: amazon.com | Grafis : Cescadeva

Semua orang penting.

Semua manusia yang hidup itu sama.

Setiap orang dan setiap pekerjaan bermakna,

Dan semua kerja dapat dijadikan berarti dengan filosofi

Memimpin Tanpa Jabatan


Yogyakarta, Arah Media – Itulah salah satu kutipan yang sarat makna dari buku The Leader Who Had No Title. Buku garapan Robin Sharma ini menjelaskan kiat-kiat menjadi seorang pemimpin meski tanpa jabatan.


Dalam kisah yang ada pada buku ini, Sharma membawa pembaca untuk memahami hakikat passion, kepemimpinan, cara memengaruhi orang layaknya “bintang”, dan tentu meyakinkan bahwa jabatan bukanlah segalanya.


The Leader Who Had No Title berangkat dari 15 tahun pengalaman Robin Sharma sebagai konsultan kepemimpinan di berbagai perusahaan yang masuk dalam daftar fortune 500 seperti Microsoft, Nike, FedEx, dan IBM. Sharma juga sukses dalam mengelola organisasi berskala Internasional seperti salah satunya yaitu Young Presidents Organization.


Jiwa kepemimpinan harus mampu berkembang dari dalam diri setiap individu, tidak terpatri akan batasan usia, jenis kelamin, asal, serta pendidikan. Kepemimpinan tiap individu juga harus mampu bangkit pada saat dibutuhkan.


Pada buku ini, dijelaskan bahwa ada 4 filosofi yang diterapkan dalam seni mempimpin tanpa jabatan serta para pembaca akan disuguhkan dengan banyak akronim yang menggambarkan transformasi menjadi pemimpin tanpa jabatan.


Filosofi pertama yaitu tidak diperlukan jabatan untuk bisa memimpin. Setiap individu memiliki peran masing-masing dalam suatu organisasi dan bebas memposisikan sebagai apa peran dirinya dalam organisasi. Untuk mewujudkan hal tersebut ada lima aturan dalam memimpin tanpa jabatan, yakni disebut sebagai IMAGE yang merupakan akronim dari Innovation (Inovasi), Mastery (Menguasai), Authenticity (Autentisitas), Guts (Naluri), dan Ethics (Etika).


Seorang pemimpin bisa hadir dari berbagai macam situasi, salah satunya ketika menghadapi masa-masa bergejolak. Meski seorang pemimpin sudah mampu menerapkan IMAGE, namun tak bisa dipungkiri bahwa tetap akan menghadapi masa-masa sulit. Untuk menghadapi masa sulit dalam memimpin tanpa jabatan maka harus menerapkan lima aturan lagi, yakni Speak with condor (bicara terus terang), Prioritize (tentukan prioritas), Adversity breeds opportunity (kesulitan melahirkan kesempatan), Respond Versus React (Respons versus reaksi), dan Kudos to everyone (Penghargaan untuk setiap orang). Untuk memudahkan, aturan ini disingkat menjadi SPARK.


Filosofi berikutnya dalam memimpin tanpa jabatan yakni suatu hubungan. Semakin dalam sebuah hubungan, maka semakin kuat pula kepemimpinan. Pada filosofi ini juga terdapat lima aturan yang harus dilakukan yakni HUMAN, yang merupakan akronim dari Helpfulness (tolong- menolong), Understanding (pengertian), Mingle (membaur), Amuse (gembira), dan Nurture (merawat).


Para pemimpin tanpa jabatan sudah memikirkan sejak awal apa yang dapat mereka wariskan kepada orang lain. Sebelum menjadi pemimpin yang hebat, maka sudah seharusnya untuk menjadi orang yang hebat terlebih dahulu. Untuk menjadi hebat, buku ini berikan metode SHINE yang terdiri dari lima aturan yang perlu dipahami dan diterapkan, yaitu See clearly (lihat dengan seksama), Health is wealth (kesehatan itu bernilai), Inspiration matters (inspirasi penting), Neglect not your family (jangan abaikan keluargamu), dan Elevate your lifestyle (Tingkatkan gaya hidupmu).


Itulah empat filosofi dengan aturannya masing-masing dalam menerapkan memimpin tanpa jabatan. Tentu memimpin dan dipimpin adalah hak setiap individu. Setiap orang sudah hakikatnya untuk memimpin dan dipimpin, namun jabatan bukanlah segalanya dan bukan pula alasan untuk menjadi seorang pemimpin.(Zaldi)




Editor : Intan

0 views0 comments

Comentários


Post: Blog2_Post
bottom of page