top of page
Writer's picturemedia arah

As’ad Humam, Bapak Legend di Kalangan Anak-Anak TPA


Sumber : upload.wikimedia.org ; mmc.tirto.id | Grafis : Naila

Arah Media – Kyai Haji As'ad bin Humam, atau K.H. As'ad Humam adalah pelopor salah satu metode cepat belajar membaca Al Qur'an (qira’ah) yang populer sebagai metode Iqro. Ia lahir di Yogyakarta pada tahun 1933, dan wafat pada usia 63 tahun.


Nama aslinya hanya As'ad dari ayah bernama H. Humam Siraj. Masa mudanya dijalani di Kotagede, Yogyakarta. Menginjakkan usia remaja, As'ad nyantri ke Pondok Pesantren Muallimin, tetapi mengalami gangguan fisik berupa pengapuran dini di bagian tulang belakang. Selanjutnya ia tidak mampu bergerak secara wajar, sehingga ia mengundurkan diri dari muallimin ketika kelas 2 Tsanawiyah.


Ia mewarisi darah pedagang, dan profesinya sebelum aktif dalam pengajaran qira'ah adalah pedagang perhiasan imitasi di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Profesi ini kemudian membawanya berkenalan dengan K.H. Dahlan Salim Zarkasy, yang mengajaknya aktif ke dunia pendidikan Islam.


As'ad membantu K.H. Dahlan Salim Zarkasyi memberi pelajaran membaca Al-Qur'an kepada para santri dengan metode Qiroati. Karena K.H. Dahlan sering kali tidak berkenan menerapkan masukan darinya, As'ad mengembangkan kelompok belajar eksperimental menggunakan metode kembangannya. Ia dibantu oleh Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Yogyakarta.


Dulu, cara mengeja huruf Al-Qur'an sangat sulit. Karena untuk menghasilkan bunyi “a” misalnya, yang belajar mesti memulai dengan huruf alif yang bersandang atau harakat fathah, baru dibaca “a”. Dulu di masjid, musholla, dan surau, sering terdengar anak-anak tengah mengeja dengan bunyi, “alif fatah a, alif kasrah i, alif dhamah u, a-i-u”. Bunyi ini terus berubah sesuai dengan huruf yang tengah dieja, dirangkai, lalu dibaca.


Cara tersebut jika dipakai membaca huruf hijaiyah atau huruf Arab secara keseluruhan, butuh waktu lama untuk sekedar merangkainya dalam ayat Al-Quran. Iqro yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem (suku) kata. Mula-mula dipilih kata-kata yang akrab dan mudah bagi anak-anak, seperti “ba-ta”, “ka-ta”, “ba-ja”, dan sebagainya.


Setelah itu dilanjutkan dengan kata yang lebih panjang, kemudian kalimat pendek, lalu mempelajari kata yang ada di dalam surat-surat pendek. Semuanya disajikan dengan sederhana sehingga yang belajar, terutama anak-anak bisa mudah mempelajarinya.


Tahun 1988, di tempat tinggalnya di Kampung Selokraman, Kotagede, didirikan Taman Kanak-kanak Al-Quran (TKA) untuk anak usia 4-6 tahun, dan setahun kemudian didirikan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) untuk anak usia 7-12 tahun. Karena populernya metode ini, Iqro juga dipakai untuk belajar Al-Quran di Malaysia.(Latief)




Editor : Intan


5 views1 comment
Post: Blog2_Post
bottom of page