Arah Media - Arsene Wenger, julukan The Professor (Sang Profesor dalam bahasa Indonesia) yang menempel erat pada dirinya bukan sekadar julukan yang diberikan publik kepadanya. The Professor merepresentasikan siapa Arsene Wenger yang sebenarnya.
Pelatih yang kini menjabat sebagai Chief of Global Football Development FIFA itu memulai karier kepelatihannya bersama Arsenal pada 1996 silam. Ketika itu, Gerard Houllier, rekan Wenger yang saat itu menukangi Timnas Prancis U-20, memberikan rekomendasi sosok manajer kepada Presiden Arsenal saat itu, David Dein.
Dein tidak membutuhkan waktu panjang untuk memastikan Wenger sebagai manajer baru Tim Meriam London kala itu. Meski begitu, kedatangan Wenger ke Highbury, markas Arsenal masa itu, disambut dengan banyak keraguan dari media lokal, para pendukung, dan para pemain senior.
Laporan Glenn Moore di The Independent, tertanggal 24 September 1996, menyoroti kegelisahan para pendukung Arsenal. Mereka bertanya-tanya, siapa sebenarnya Wenger.
Bahkan, Kapten Arsenal kala itu, Tony Adams sempat membandingkan Wenger dengan George Graham, pelatih Arsenal tersukses sebelumnya. “Awalnya, saya berpikir: Apa yang diketahui orang Prancis ini tentang sepak bola? Dia memakai kacamata dan lebih terlihat seperti guru sekolah. Dia tidak akan sebagus George [Graham]. Apakah dia berbicara bahasa Inggris dengan baik?” tanya Adams dengan penuh keraguan, dikutip dari The Guardian.
Keraguan para fans dan Adams dijawab Wenger dengan berkarier selama kurang lebih 22 tahun bersama The Gunners sejak 1998 hingga 2018 lalu. Wenger menjadi manajer tersukses dan terlama dalam sejarah Arsenal terutama dalam hal pengumpulan trofi juara. Ia bahkan menjadi satu-satunya manajer non-Inggris yang memenangkan gelar ganda di tahun 1998 dan 2002. Ia juga menjadi satu-satunya pelatih yang dapat membawa timnya juara dengan rekor tak terkalahkan dalam satu musim penuh (unbeaten) di Liga Primer Inggris, yang terjadi pada musim 2003-2004.
Latar belakang pendidikan yang dipunyainya membuat julukan The Professor semakin sahih bagi seorang Wenger. Ia diketahui menamatkan pendidikan tingkat strata satunya pada Fakultas Teknik dan mengambil derajat Magister di bidang Ilmu Ekonomi dari Universitas Strasbourg.
Sebagai Sarjana Teknik, penerapan ilmunya bisa terlihat di lapangan hijau bersama Arsenal. Dilansir dari situs Forebet, ada korelasi menarik antara sepak bola dan matematika di mata Wenger, meskipun ia mengaku belajar banyak tentang taktik sepak bola di sebuah pub.
"Tidak ada pendidikan psikologis yang lebih baik daripada tumbuh di sebuah pub. Saya belajar tentang taktik dan seleksi dari orang-orang yang berbicara tentang sepak bola di pub. Siapa yang bermain di sayap kiri, siapa yang harus berada di tim,” terang Wenger.
Sebagai pemilik gelar magister ekonomi, Wenger juga sukses menerapkannya di sepak bola. Wenger hingga kini masih dikenal sebagai manajer yang mampu menguntungkan Arsenal dari segi finansial, sebab dia mampu meraih sukses dengan pengeluaran uang transfer yang sedikit.
Menurut Mantan Presiden Arsenal, Peter Hill-Wood, Wenger pernah hanya membutuhkan dana 4-5 juta poundsterling dalam setahun. Jumlah tersebut tergolong sangat kecil jika berkaca pada keglamoran Liga Primer Inggris. Lewat dana hanya sebesar itu, Wenger mampu menjual pemain yang ia beli ke klub lain dengan harga selangit.
Contoh paling nyata adalah ketika ia mendatangkan Nicolas Anelka dari Paris Saint-Germain seharga £500 ribu yang kemudian dibanderol menjadi £22,3 juta saat Real Madrid membelinya dua tahun kemudian.
Kejeniusan Wenger dalam bidang ekonomi juga terlihat dalam pembangunan Emirates Stadium. Stadion megah pengganti Highbury ini dibangun dengan biaya yang tidak sedikit. Wenger dapat menghemat pengeluaran tahunan Arsenal di bursa transfer, demi membantu pembangunan Emirates.
Sebagai pelatih non-Britania Raya pertama yang memenangi Liga Primer Inggris, Wenger merevolusi pendekatan klubnya terhadap pemain non-Inggris dan telah mempromosikan pentingnya pembelajaran bahasa sepanjang kariernya. Wenger juga diketahui banyak menguasai bahasa asing. Selain Prancis, manajer berperawakan kurus itu juga fasih berbicara bahasa Alsatian, Jerman, Inggris, Italia, Spanyol, dan Jepang.
Wenger sendiri dibesarkan di Duttlenheim, sebuah desa kecil yang berjarak 21 kilometer sebelah barat daya Strasbourg. Sejak kecil, ia berusaha keras untuk bisa menguasai banyak bahasa. "Saya berusaha sangat keras di sekolah. Saya sangat tertarik belajar bahasa asing. Karena bila Anda masih muda, lebih mudah untuk belajar,” kata Wenger dikutip dari The Guardian.
Wenger belajar bahasa Inggris di sekolah dan berbicara bahasa Perancis serta Jerman di rumah. Menjabat sebagai pelatih di AS Monaco (dimana dialek Monegasque diucapkan) dan Nagoya Grampus Eight di Jepang, telah menambah rentetan bahasa asing yang Wenger kuasai.
Dia juga mengikuti kursus bahasa Inggris yang dipertajamnya selama 17 tahun selama bergabung dengan Arsenal sejak 1 Oktober 1996.
Saat pertama kali bergabung di Arsenal, Wenger pun sempat dikucilkan dengan latar belakang ‘orang asing’ yang melekat padanya. Kesulitan berkomunikasi dengan orang asing menjadi sesuatu yang janggal dan ditakutkan menjadi masalah untuk kebesaran Arsenal ke depan.
Namun, keraguan itu pun terjawab tuntas. Kini, sedikitnya ada 12 sampai 13 pemain asing yang menyatu di Arsenal dan tidak terjadi kendala bahasa sama sekali. Bahkan, selama 22 tahun sudah Wenger menjadi bagian dari Arsenal yang tak terpisahkan.
"Jika Anda bisa menggunakan sepak bola untuk membantu orang belajar (bahasa baru) dan membuatnya lebih menggairahkan, maka tentu saja itu sangat bagus," kata Wenger.
Sekarang, semua hampir sempurna. Komitmennya terhadap pentingnya sebuah bahasa tidak dapat dipungkiri lagi. Ketika ditanya bahasa apa yang ingin ia kuasai selanjutnya, Wenger mengatakan: “Bahasa China!”
Atas sumbangsihnya pada sepak bola Inggris, ia mendapatkan gelar bangsawan Officer of the British Empire (OBE) pada tahun 2003, lalu.(Akhsan)
Editor : Intan
Comentarios