Arah Media - Selepas ditetapkannya Surat Keputusan Bersama perihal panduan penyelenggaraan pembelajaran tahun ajaran dan akademik 2020/2021, beberapa instansi Perguruan Tinggi di Indonesia sedang terombang-ambing menentukan sistem pembelajaran yang tepat. Sejauh ini, beberapa kampus tersebut sedang melakukan evaluasi atas berlangsungnya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) guna dijadikan pertimbangan untuk membuat keputusan di semester depan kelak.
Di tengah dilema yang dialami beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Universitas Brawijaya (UB), Malang menjadi yang pertama memutuskan untuk tetap menyelenggarakan PJJ. Mengutip dari Twitter UB Menfess, berdasarkan Surat Keputusan yang disahkan (8/12/20) lalu, berisikan poin-poin sebagai berikut:
Penyelenggaraan seluruh Kegiatan Belajar Mengajar semester genap 2020/2021 diselenggarakan secara daring.
Penyelenggaraan penelitian dan kegiatan lapang lainnya dapat diselenggarakan secara luring dengan syarat:
Dapat dipastikan sivitas akademika dan mahasiswa dalam kondisi sehat.
Mahasiswa vokasi dan S1 wajib mendapat persetujuan tertulis dari orang tua atau pihak yang menanggungnya.
Menerapkan protokol kesehatan dan mendapatkan izin Dekan Fakultas/Direktur Pascasarjana/Direktur Vokasi/Direktur PSDKU.
Pemimpin Fakultas/Program wajib memastikan seluruh kegiatan sesuai dengan standar operasional prosedur protokol kesehatan serta melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan standar protokol kesehatan.
Kendati demikian, silang pendapat justru terjadi antara pihak kampus dengan mahasiswa. Beberapa di antara mahasiswa harus kecewa dengan keputusan rektor tersebut karena menghendaki adanya pembelajaran tatap muka. Alasannya beragam, namun paling banyak dikeluhkan yakni soal pemahaman materi yang dirasa sangat kurang selama berlangsungnya kulon (kuliah online).
“Kalau aku pribadi ga setuju, karena kaya gini bener-bener bikin orang jadi males belajar. Aku ga berusaha mahamin materi aja bisa dapet 90an, saking gampangnya dapat jawaban. Padahal dulu mau belajar sampe semalem mungkin dapet 60 udah bersyukur banget. IP kita naik semua tapi ga paham apa-apa,” terang Dinny Zaidan, mahasiswa Statistika Universitas Brawijaya. Perempuan yang sedang menempuh Semester 5 tersebut juga menambahkan jika bukan hanya dirinya yang merasa begitu, beberapa teman-teman sepantarannya pun juga merasakan hal serupa.
Selain susah memahami materi yang disampaikan dosen, selama berjalannya kelas daring, beberapa di antara mereka juga ada yang mengalami psikososial. Kondisi yang mencakup aspek psikis dan sosial manusia, salah satu faktor pendorongnya tak lain karena diberlakukannya sistem PJJ. Selama mengikuti perkuliahan daring mereka akan menghabiskan waktu lebih banyak di rumah tentunya. Semua bentuk interaksi dengan lingkungan sosialnya terbatas hanya melalui platform-platform tertentu.
Seperti yang dikeluhkan Nova Aditya, mahasiswa Universitas Brawijaya yang rindu mengerjakan tugas bersama teman-teman di kontrakan. Pria asal Yogyakarta itu juga menambahkan jika pembelajaran daring dilaksanakan terus, bisa mengganggu kesehatan jiwa, apalagi orang tuanya memberikan jatah untuk keluar rumah. “Tugasnya banyak tapi kalau aku ngerjain di rumah justru konsentrasinya hilang, kayanya aku udah bener-bener bosen,” pungkasnya.(Ilma)
Editor : Intan
Comments