top of page
  • Writer's picturemedia arah

Tatap Muka pada 2021 Bukan Kembali ke Sekolah Normal


Sumber : Screen shot instagram @maudyayunda | Grafis : Dhanty

Arah Media – Nadiem Makarim kembali menjelaskan terkait kebijakan sekolah tatap muka pada Januari 2021 di siaran langsung instagram bersama Maudy Ayunda. Siaran ini berlangsung pada Jumat (27/11/20).


Kebijakan sekolah tatap muka pada Januari mendatang merupakan kebijakan yang didasari karena adanya dampak psikososial dari anak-anak yang tidak mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan lost of learning dari aspek kognitif. Kedua sebab ini yang dikhawatirkan akan menjadi permanen bila tidak segera diambil solusi yang tepat.


“Bagi anak yang tidak bisa melakukan PJJ maka akan ada isolasi, stress, merasa kesepian. Padahal emosional dan kognitif anak itu tidak bisa terpisah,”ungkap Nadiem.


Sehingga, dalam penyampaian dari Nadiem Makarim, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusahakan Bagaimana bisa mengembalikan PJJ ke sekolah tatap muka, namun dengan cara yang paling aman. Untuk itu salah satu penentunya dilihat dari peta persebaran zona Covid-19.


Saat ini pemetaan zona aman atau tidak dari Covid-19 masih ditentukan oleh pusat. Dimana pada pembagian tersebut terbagi menjadi zona merah, kuning, hijau. Sedangkan, di dalam kota masih terdapat Kecamatan, kelurahan, bahkan area-area tertentu yang mungkin aman.

Untuk itu, Nadiem percaya dan menyerahkan keputusan pembukaan sekolah pada Pemda. Menurutnya, yang paling mengerti keadaan daerahnya adalah pemerintah daerah itu sendiri bukan pemerintah pusat.


“Karena Gas dan remnya ada di pemda bukan pusat. Ini yang akan memberikan kesempatan bagi anak yg sulit melakukan PJJ tetap bisa sekolah. Mungkin bisa masuk seminggu tiga kali atau beberapa kali. Dimana siswa tetap bisa berinteraksi dan bisa masuk sekolah. Hal ini dapat dilihat dari sekolah-sekolah yang berada di daerah,” jelasnya.


Meski sudah disampaikan berulang kali terkait pemberlakuan sekolah tatap muka pada 2021 nanti, Nadiem mengatakan masih ada saja orang tua yang mispersepsi menanggapi kebijakan tersebut.


Lanjut, Nadiem mengatakan bahwa yang dimaksud tatap muka bukan kembali pada sistem sekolah yang normal. Kebijakan ini sama sekali tidak normal. Hal ini dikarenakan dalam satu kelas hanya akan dibatasi maksimal 18 orang siswa. Selain itu protokol kesehatan juga akan sangat diperhatikan.


Terlebih dalam putusan membuka sekolah luring, selain adanya keputusan Pemerintah daerah perlu memperhatikan pihak lainnya. Sekolah setuju dengan pemberlakuan pembelajaran tatap muka dan siap dengan sistem protokol kesehatan yang harus dilakukan. Adapun komite sekolah atau perwakilan dari wali murid untuk menyetujui terlebih dahulu keputusan pembukaan sekolah. Namun, titik utama ada pada orang tua. Jika orang tua tidak mengizinkan anaknya untuk pergi ke sekolah, maka itu diperbolehkan.


“Jangan stress para orang tua. Ini semua hak Anda. Tidak ada paksaan agar anak harus sekolah tatap muka,” ujarnya.


Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dihilangkan dan dibatasi, seperti tidak boleh ada kantin, tidak diperkenankan diadakannya kegiatan olah raga, dan ekstra kulikuler perlu ditiadakan dulu. Pembatasan ini dilakukan agar siswa melakukan kegiatan di sekolah hanya untuk kegiatan pembelajaran lalu kembali lagi ke rumah.


Nadiem menegaskan bahwa Solusi harus segera diambil dan mungkin tidak sempurna. Sedangkan, penyelesaian tidak bisa terus menunggu dan mengorbankan satu generasi. Karena dampak dari aspek psikososial dan kognitif yang ada bisa berlanjut menjadi permanen.(Naila)



Editor : Intan


5 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page