Arah Media – Memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah tentu bukan suatu hal yang mudah bagi sebagian orang, terlebih bagi mereka yang menengah ke bawah. Pasalnya, biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Apalagi jika memilih untuk melanjutkan ke perguruan tinggi swasta. Meski begitu, banyak peluang bagi mereka untuk memperoleh kesempatan menjadi seorang mahasiswa.
Perhatian pemerintah dalam membangun pendidikan di Indonesia perlu diapresiasi. Apabila kita kilas balik ke belakang, ada kebijakan wajib belajar 12 tahun. Bagi masyarakat yang kurang mampu dan ingin bersekolah, hal itu sudah terselesaikan semenjak adanya Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, tamat SMA saja tidaklah cukup, dengan rasa ketidakpuasan ini mendorong pemerintah untuk menciptakan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) . Tak ayal, banyak lulusan SMA yang berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi bagian dari program yang baru-baru ini dicanangkan pemerintah tersebut.
Dilansir dari web resmi KIP-K, KIP-K merupakan bantuan biaya pendidikan dari pemerintah bagi lulusan SMA atau sederajat yang memiliki potensi akademik baik tetapi memiliki keterbatasan ekonomi. Program ini menawarkan pembebasan biaya pendidikan yang dibayarkan kepada perguruan tinggi baik negeri maupun swasta tertentu senilai 2,4 juta. Selain itu, untuk menunjang biaya hidup, peserta diberi subsidi sebesar Rp700.000 setiap bulannya yang disesuaikan dengan pertimbangan biaya hidup di masing-masing wilayah. Sehingga subsidi yang diperoleh setiap semester mahasiswa sebanyak 4,2 juta.
Namun, dalam pelaksanaanya, tak seindah yang dibayangkan para lulusan SMA yang berhasil dinyatakan lolos KIP-K 2020/2021. Setelah drama perebutan kursi hingga terpilih menjadi peserta KIP-K, ada tantangan lain yang harus mereka hadapi. Rupanya pendistribusian dana program penyempurnaan Bidikmisi ini belum merata. Semenjak tahun ajaran baru ini dimulai, ada beberapa mahasiswa yang harus menangguhkan biaya kuliahnya sebab dana yang tak kunjung cair hingga kini, Selasa (1/12/20).
Fadia Sekar misalnya, mahasiswa baru Akademi Akuntansi YKPN ini hingga sekarang belum memperoleh subsidi dari program KIP-K. Tak henti-hentinya ia memantau instagram @sahabat.kipkuliah, berharap akan datang berita baik untuknya. Meski tak jarang justru kekecewaan yang menghampirinya.
Ia mendapatkan info dari teman-teman seperjuangannya bahwa subsidi akan cair di bulan Oktober lalu. Namun, hingga kini tak juga menjadi kenyataan. “Mungkin memang harus bersabar, sudah syukur aku bisa lanjut kuliah, sejujurnya aku juga ga nyangka bisa lolos seleksi ini. Kadang suka ngerasa sedih karena ada beberapa temanku yang sampai sekarang belum ada kepastian lolos atau tidaknya,” ujarnya.
“Dana beasiswa belum cair, padahal tugas banyak banget yang harus dikerjakan di laptop. Dahlah, mau ke warnet aja sekalian nostalgia,” begitu salah satu cuitan perempuan kelahiran Yogyakarta di akun twitternya. Ternyata tidak mudah bertahan kuliah di tengah kondisi ekonomi keluarganya yang serba berkecukupan. Perempuan 19 tahun itu mengatakan, dia bukan satu-satunya yang harus dibiayai. Sebab, masih ada ketiga adiknya yang juga sedang duduk di bangku sekolah. Ia juga menambahkan, keikutsertaannya dalam program baru ini hanya bermodal nekat dan belum memiliki pegangan uang sama sekali.
Walaupun begitu, ia bersyukur karena biaya pendidikan bisa ditekan semenjak adanya pembelajaran online. Tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk membeli buku, biaya makan, dan transportasi pula. Justru sekarang yang paling penting untuk menunjang perkuliahannya adalah kuota internet. Beruntungnya ia mendapat subsidi kuota gratis dari kampus dan pemerintah.
Tidak jauh berbeda dengan Fadia, nasib lebih buruk justru dialami Diah Ayu, sudah dana tak kunjung cair, kuota internet pun tak dapat. Padahal sudah beberapa kali ia mengajukan nomor ponselnya untuk diberi subsidi kuota, namun hingga kini tak ada kejelasan. Ia mengeluhkan jika uang tabungannya sudah mulai menipis untuk membeli paket internet. “Mau minta orang tua juga ga enak, tapi di sisi lain tabunganku juga mulai menipis,” keluhnya.
Meski tidak banyak subsidi yang diberikan oleh program KIP-K, namun, bagi Diah, hal itu sangat membantu demi kelancaran proses perkuliahannya di Universitas Alma Ata Yogyakarta. Ia juga mengeluhkan bahwa penggunaan kuota yang banyak menjadi kegelisahannya selama ini. Perlu diketahui bahwa IPK seorang peserta Bidikmisi tidak boleh turun. Itulah yang menjadi tantangan baginya untuk terus bersemangat kuliah, meski tak sejalan dengan kondisi keuangannya saat ini. (Ilma)
Editor : Intan
Σχόλια