Arah Media -- Selama pandemi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memang menjadi alternatif sistem belajar dikala adanya kebijakan social dan physical distancing. Para pengajar tentu akan memberikan pelajaran dengan menyesuaikan kondisi daring seperti ini. Sebagian dari mereka mengganti pembelajaran dengan tugas-tugas.
Tak jarang para peserta didik dihantui rasa cemas setiap ada tugas baru yang datang. Perasaan cemas ini cenderung lebih banyak dirasakan mahasiswa perempuan dibandingkan laki-laki walaupun memiliki bobot tugas yang sama. Mahasiswa masih perlu beradaptasi dengan metode pembelajaran daring, selain itu tumpukan tugas menyebabkan semakin meluas terjadinya kecemasan terlebih lagi di masa pandemi Covid-19.
Penelitian yang dilakukan oleh Livana PH dkk (2020) dalam Jurnal Keperawatan Jiwa menunjukkan bahwa tugas pembelajaran merupakan faktor utama penyebab stres mahasiswa selama pandemi Covid-19. Ansietas dapat berupa perasaan khawatir, perasaan tidak enak, tidak pasti atau merasa sangat takut sebagai akibat dari suatu ancaman atau perasaan yang mengancam.
Malwa misalnya, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta merasa mudah cemas dan stres karena jarang berinteraksi dengan orang lain sehingga membuat tugas-tugas nya terasa lebih berat. Sebelum pandemi, ia biasa mengerjakan tugas bersama teman-temannya sambil sesekali berdiskusi terkait tugas tersebut sehingga beban tidak terlalu berat.
Ia juga bercerita semenjak mengerjakan tugas dirumah, seakan seperti kerja rodi. Menurutnya, tugas yang banyak bisa diminimalisir dengan kuliah secara tatap muka dimana bebannya akan terasa lebih ringan. Bahkan hanya sekedar bisa berbagi keluh kesah kepada teman-temannya saja ia merasa lebih baik.
Mahasiswa yang mengambil konsentrasi Jurnalistik ini merasa susah fokus untuk menyimak pembelajaran secara daring, tak lain karena banyak hal di rumahnya yang mampu mendistraksi niatnya untuk belajar dan semakin membuatnya cemas. Selain itu dirinya yang diforsir untuk terus-menerus kerja di depan laptop membuat matanya sakit. “Belum lagi mataku yang gampang iritasi, jadi semenjak online class cepet banget matanya lelah dan berujung jadi merah,” tambahnya.
Senada dengan Malwa, Salsha Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia juga merasakan hal serupa. Tugas yang cukup banyak menghantuinya setiap malam, maka tak jarang ia merasa cemas dan kesulitan tidur untuk memikirkan topik tugas. “Belakangan ini jam tidurku ga sehat banget, kadang aku tidur jam 2 bahkan jam 4 pagi, dibuat tidur susah jadi mending dikebut aja karena tugas yang menanti juga masih banyak,” keluhnya.
Salsha juga mengeluhkan beberapa dosen yang memberikan tugas menumpuk diakhir sebelum dilaksanakan Ujian Tengah Semester (UTS). Hal itu membuatnya tambah cemas karena tenggat waktunya yang bersamaan pula. Tak jarang ia ketiduran di atas buku yang terbuka dan laptop yang masih menyala hingga pagi.
Perempuan kelahiran 1999 ini menyadari bahwa dirinya sosok yang perfeksionis, hal itulah yang mendorong kecemasan berlebih. Ia sering merasa tidak puas dengan apa yang sudah ia kerjakan sehingga membuat dirinya untuk mencari sesuatu yang lebih dan lebih untuk menyempurnakan tugasnya. “Mungkin aku gak akan merasa secapek ini kalau aku gak perfeksionis, kadang aku juga bingung sendiri, padahal sudah banyak teman-temanku yang mengingatkan aku untuk tidak terlalu idealis,” pungkasnya.
Sementara itu kami juga bertanya kepada Hasan Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang juga mempunyai tugas banyak namun tetap merasa santai. Bahkan ia juga kerap meluangkan waktu untuk berjualan online shop bersama pacarnya. “Aku orangnya masa bodo sama perkuliahan online ini, malah senang karena ga harus datang ke kampus,” ujarnya sambil tertawa.
Hal serupa juga dirasakan Ivan Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia yang tidak mengalami kecemasan sama sekali. Baginya baik kuliah daring maupun luring keduanya sama saja, sama-sama ada tugas. “Kalaupun ada tugas ya sudah dikerjakan aja sebisanya namanya juga tugas cuma latian-latian aja,” tuturnya.
Hasil Penelitian Hutomo dkk (2020) juga menunjukkan bahwa tingkat stres berdasarkan jenis kelamin mahasiswa semester II Program Studi Administrasi Bisnis Internasional Politeknik Negeri Bengkalis untuk mahasiswa laki-laki sebesar 56% pada kategori normal, 22% pada kategori ringan, dan 22% pada kategori sangat berat. Sedangkan mahasiswa perempuan sebesar 51% pada kategori normal, 23% pada kategori ringan, 10% pada kategori sedang, dan 16% pada kategori berat.
Sementara dalam jurnal Jurnal Keperawatan Jiwa menyimpulkan bahwa masalah psikologis yang paling banyak dialami selama pembelajaran daring dengan mayoritas responden perempuan adalah kecemasan. Hal ini layak untuk dibicarakan secara serius bukan hanya kecemasan mungkin parahnya akan menginjak fase depresi. Oleh sebab itu penting untuk terus mengeksplorasi implikasi pandemi pada kesehatan mental mahasiswa, sehingga dampaknya dapat dicegah, atau setidaknya dikurangi.(Ilma)
Editor : Intan
Comments