Arah Media—Di tengah ketidakpastian akan kebijakan pembelajaran pada tahun 2021 mendatang, kini para mahasiswa masih bergelut dengan sistem daring untuk merampungkan semester ganjil. Genap sudah sepuluh bulan menjalani pembelajaran jarak jauh yang tak jarang membuat mereka jenuh.
Di antara mereka, banyak yang mengeluh susah fokus belajar saat di rumah. Pasalnya, banyak fasilitas menarik yang tak bisa mereka dapatkan kala mengikuti perkuliahan di kampus. Terdistraksi dengan bantal, guling, dan tempat tidur yang nyaman adalah suatu hal yang lumrah, meski mereka sadar ada deretan tugas yang belum terselesaikan.
Tak melulu menyoal tugas yang menumpuk, kadang suasana rumah yang tak mendukung menjadi faktor utama mahasiswa semakin malas kuliah di rumah. Bagi sebagian orang tua, ada yang kurang pandai memaklumi pembelajaran jarak jauh yang ditempuh anaknya. Di tengah-tengah penjelasan dosen melalui video konferensi, terkadang orang tua dengan mudahnya menyuruh si anak. Misalnya, di saat si anak sedang presentasi, tiba-tiba terdengar seruan orang tua yang memanggil namanya dan terdengar oleh partisipan lain dalam video konferensi.
Tak hanya malu, apabila hal ini terjadi berulang kali juga membuat mahasiswa menggerutu. Bayangkan saja, jika kamu sedang semangat untuk mengerjakan tugas dan semua ide liarmu sedang mengantre untuk segera dituangkan dalam tulisan esai, seketika seruan itu kembali memanggil namamu dan memutus segala gagasan yang belum terekam dengan baik oleh otak. Jika kondisi ini terus berulang, maka semakin sering pula kamu menggali kembali ingatan itu. Selain banyak waktu yang terbuang, tugas pun tak kunjung usai.
Seperti pengalaman Salsha, meski sudah menempelkan catatan kecil bertuliskan “Sedang Kuliah” di pintu kamarnya, tak membuat ibunya hirau dan tetap mengetuk pintu sambil sesekali memanggil namanya. Sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, tak heran jika ibunya kerap meminta bantuan pada Salsha untuk mengurusi kebutuhan sang adik. Ditambah lagi ibunya yang kurang familiar dengan e-learning membuatnya kesulitan untuk membantu pembelajaran anaknya. Lagi-lagi, Salsha lah yang dijadikan tumbal. “Pernah sesekali aku pura-pura ga denger, tapi ternyata sama aja, aku malah tambah kepikiran, akhirnya dengan terpaksa mengiyakan perintah mama,” ungkapnya dengan nada kesal.
Sesekali, jika ada kesempatan untuk keluar, Salsha segera bergegas mencari kafe terdekat agar dapat mengerjakan tugas dengan khusyuk. “Di waktu-waktu tertentu, aku memang sengaja mengagendakan untuk nugas di luar. Lagian, aku sudah malas berdebat dengan mama, yang ada tugasku ga kelar-kelar,” keluhnya. Wanita 21 tahun itu juga menambahkan jika dirinya beralibi ada rapat organisasi supaya dapat keluar rumah.
Hal yang sama juga terjadi pada Riri, mahasiswa baru yang sedang semangat-semangatnya menjalani semester pertamanya di bangku kuliah. Namun, hal itu tidak sejalan dengan ibunya yang sering menyuruh Riri untuk melayani kebutuhan neneknya yang tinggal serumah. “Paling ga suka kalau kelas pagi, aku pasti disuruh nemenin simbah ke pasar. Jadi, selama di perjalanan dan saat aku di pasar, aku nyambi kuliah,” tuturnya.
Sebagai mahasiswa baru, Riri cukup takut jika sewaktu-waktu disuruh menyalakan kamera oleh dosen. Maka, tak ayal banyak pekerjaan yang sebenarnya sedikit mengganggu terpaksa ia kerjakan sambil tetap mendengarkan penjelasan dosen. “Dulu, di awal-awal kuliah online, mungkin ibuku belum paham jadi dia suka ngatain aku main hape terus di kamar, pura-pura ga denger kalau disuruh, kupingnya ditutup terus,” kata perempuan asal Gunungkidul tersebut.
Pelarian mungkin menjadi solusi terbaik agar tidak mudah stres dengan tekanan yang diberikan orang tua. Berbeda dengan Salsha yang beralibi rapat, Riri justru beralasan kuota internetnya habis dan hendak ke rumah temannya yang memiliki WiFi. “Ya, gimana ya, belajar di rumah aja dah bosen banget apalagi disuruh-suruh orang tua setiap hari yang ga merhatiin anaknya lagi ada kesibukan apa,” pungkasnya.
Begitulah drama perkuliahan secara daring yang mungkin esok akan kita rindukan jika pandemi ini usai. Meski begitu, hal ini menjadi pembicaraan serius untuk dibahas antara orang tua dan anak. Bermain peran menjadi suatu hal yang penting dilakukan antara keduanya dan tentunya dibumbui dengan rasa pengertian satu sama lain.(Ilma)
Editor : Intan
Comentarios