Arah Media - Daftar Nature’s 10: ten people who helped shape science in 2020 telah dirilis Komunitas jurnal penelitian Nature Research, Selasa (15/12/2020). Adi Utarini, salah satu ilmuwan asal Indonesia menjadi 1 dari 10 orang yang dianggap paling berpengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan selama 2020.
Adi Utarini dalam daftar tersebut bersanding dengan beberapa orang ‘besar’ seperti Tedros Adhanom, Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Jacinda Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru. Adi Utarini yang bergelar lengkap Prof. dr. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD masuk dalam daftar tersebut berkat penelitiannya.
Dalam penelitiannya, Adi Utarini memimpin uji coba perintis teknologi yang dapat membantu memberantas demam berdarah, penyakit yang menyerang hingga 400 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. “Hasil penelitian Prof. Adi Utarini dan tim berhasil mengurangi kasus demam berdarah hingga 77 persen di beberapa kota besar di Indonesia,” tutur Presiden Jokowi dikutip melalui akun Instagram resminya, pada (20/12/2020). Jokowi mengaku bangga dan mengapresiasi prestasi tersebut.
Melansir Nature, ahli epidemiologi memuji hasil yang mengejutkan dan kemenangan yang telah lama diupayakan melawan virus yang telah menjangkiti banyak negara. “Sungguh melegakan,” ujar Utarini, peneliti kesehatan masyarakat di UGM Yogyakarta dan ilmuwan utama studi tersebut di Indonesia.
Proyeknya tersebut merupakan uji coba terkontrol secara acak pertama (standar emas dalam penelitian klinis) dari pendekatan yang sangat baru untuk mengendalikan demam berdarah. Teknik tersebut dilakukan dengan membiakkan nyamuk Aedes aegypti yang menularkan virus Dengue, Zika, dan chikungunya, sehingga membawa bakteri bernama Wolbachia.
Bakteri Wolbachia yang ada pada nyamuk Aedes aegypti mampu melemahkan virus. Itu mencegah nyamuk menularkan virus pada manusia. Telur dari nyamuk yang dimodifikasi dan ditempatkan di sekitar kota maupun rumah orang. Uji coba kecil di Australia dan Vietnam sudah membuahkan hasil yang memuaskan. Namun Yogyakarta, kota padat dengan tingkat penularan demam berdarah tinggi, menyediakan ‘wadah’ yang jauh lebih luas untuk uji coba.
Pengerjaan uji coba di Yogyakarta dimulai tahun 2011, sayangnya tim menghadapi beberapa masalah dalam mendapat persetujuan pemerintah. Utarini atau yang kerap disapa Prof Uut, peneliti yang juga pernah menangani tuberkulosis dan malaria, direkrut dua tahun setelahnya untuk membantu. Utarini bernegosiasi dengan beberapa kementerian pemerintah, memenangkan persetujuan peraturan segera setelahnya.
Karena hasilnya yang memuaskan, pada akhirnya penelitian uji coba yang dipimpinnya itu diakui oleh dunia. Adi Utarini dengan nyamuk Wolbachia-nya berhasil masuk ke deretan 10 orang yang dianggap paling berpengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan selama 2020 versi jurnal Nature. (Dhanty)
Editor : Intan
Comments