top of page
Writer's picturemedia arah

Walaupun Kuliah Daring, Etika Komunikasi juga Penting


Komik : Naila

Arah Media - Akhirnya tiba di bulan kedua belas di tahun ini. Genap sudah 10 bulan menjalani kehidupan new normal dan sejauh itu pula para mahasiswa melakukan pembelajaran secara daring. Semua kegiatan pembelajaran, sekalipun itu kuliah praktik sebisa mungkin dilakukan secara virtual melalui platform yang terkoneksikan dengan internet.


Seirama dengan hal tersebut, hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-kuartal II/2020 mencatat, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta jiwa, dikutip dari databoks. Jumlah pengguna internet paling banyak berasal dari provinsi Jawa Barat yakni 35,1 juta orang. Posisi kedua disusul Jawa Tengah dengan 26,5 juta orang, lalu Jawa Timur dengan jumlah 23,4 juta orang. Sementara jumlah pengguna internet tertinggi setelah Pulau Jawa terdapat di Sumatera Utara yang mencapai angka 11,7 juta orang.


Intensitas penggunaan internet yang tinggi untuk menunjang proses belajar dan belajar pun membuat mahasiswa dan dosen semakin familiar dengan internet. Tak ayal, jika mereka pun semakin lihai mengoperasikan platform-platform penunjang pembelajaran. Bisa dikatakan, adanya wabah ini tak hanya sebagai musibah saja, melainkan mendorong adanya disrupsi teknologi dalam waktu yang singkat.


Kendati demikian, perkembangan dunia digital yang sangat pesat, tidak diiringi oleh pemahaman mendalam tentang etika berkomunikasi di dunia virtual secara baik dan benar. Seakan komunikasi di dunia maya ini justru membuat kita lupa soal pentingnya etika. “Saya sudah menjelaskan materi panjang lebar melalui zoom, kadang waktu ditanyain, mahasiswa ga menjawab. Saya juga ga tahu apakah dari tadi mereka mendengarkan saya atau tidak karena kameranya dimatikan,” keluh Widorisnomo, Dosen PTDI-STTD.


Coba kita bayangkan jika kita berada di kelas, tentu mahasiswa tidak akan semudah itu untuk meninggalkan kelas. Bahkan, ketika mahasiswa menguap saja, kadang beberapa dosen menyindirnya atau menyuruh mereka untuk mencuci muka. Tetapi, semenjak gawai dan laptop dikuasai betul oleh mahasiswa saat pembelajaran daring ini, etika komunikasi dengan dosen semakin menjadi-jadi.


Rupanya tak hanya dosen yang merasa resah, beberapa mahasiswa juga mengalami hal serupa. Kerja kelompok menjadi persoalan penting yang dihadapi mahasiswa sekaligus penyambung nyawa dalam penentu IPK. Beberapa mahasiswa mengeluhkan semenjak diberlangsungkannya kulon (kuliah online) susah menghubungi teman sekelompoknya.


Lagi-lagi soal kekuatan tangan manusia sang pengendali gawai pintarnya. Kapan pun mereka bisa dengan mudah mengacuhkan pesan dalam grup kelompok atau me-reject telepon dari teman kelompoknya. Sementara, jika kita melakukan pembelajaran tatap muka, kemungkinan menghilangnya anggota kelompok tersebut akan lebih kecil. Pasalnya, di kelas mereka akan bertemu dan memungkinkan untuk berdiskusi usai kelas berakhir.


Tak jarang fenomena yang menjengkelkan ini membuat beberapa pihak yang dirugikan tanpa sadar mencurahkan kekesalannya di lini masa Twitter. Seperti yang dilakukan salah satu cuitan @telurketjap, mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sedang menginjak semester lima itu mengeluhkan sekelompok dengan kating yang susah diajak berkomunikasi. Ia melakukan tangkap layar mengenai percakapannya dengan si kakak tingkat yang mengacuhkan pernyataannya kemudian dibagikan kepada pengikutnya. Si kakak tingkat memang salah, namun pelaku yang menyebarkan percakapan pribadi tersebut juga salah. Jika hal ini terus bergulir, parahnya akan membuat konflik di antara mereka.


Padahal, beberapa perguruan tinggi di Indonesia masih menganggap bahwa pembelajaran daring merupakan alternatif yang paling efektif. Bahkan, beberapa di antara institusi perguruan tinggi di Indonesia tersebut sudah memutuskan pembelajaran daring semester depan mendatang. Lalu, bagaimana solusi yang tepat menghadapi pembelajaran daring namun tetap beretika yang baik pula? Berikut cara-cara etika komunikasi yang tepat di tengah pembelajaran daring menurut Wahyudin dan Karimah (2016):


  1. Sebaiknya memposting konten yang bermanfaat atau berfaedah untuk kepentingan bersama.

  2. Sebelum memposting hendaknya memeriksa dan mempertimbangkan kembali hal-hal yang akan diposting. lebih-lebih juga perlu diperhatikan konten yang akan menimbulkan konflik.

  3. Dapat membedakan hal yang termasuk ranah pribadi dan ranah publik.

  4. Berkomunikasi dengan santun, mengucapkan salam dan juga terimakasih.

  5. Memberikan komentar secara bijak dan juga sopan, jika ada lawan bicara sebaiknya dijawab bukannya justru diabaikan. (Ilma)



Editor : Intan


12 views0 comments

Comentários


Post: Blog2_Post
bottom of page