top of page
  • Writer's picturemedia arah

PBB Restui Penggunaan Ganja untuk Medis, Bagaimana Fungsinya sebagai Obat?


Sumber : masslive.com & lablynxpress.com | Grafis : Dhanty

Arah Media - Beberapa waktu lalu Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) nyatakan restui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia. PBB juga merestui penggunaan ganja untuk keperluan medis. Dalam pemungutan suara oleh Komisi Obat Narkotika (CND) pada 53 negara anggota (2/12/2020), 27 suara mengizinkan penggunaan ganja untuk keperluan medis. Sekitar 25 suara menyatakan keberatan dan satu sisanya abstain. Usulan penghapusan ganja dari daftar obat terbahaya ini telah dilakukan selama 59 tahun terakhir. Melansir situs PBB, keputusan tersebut mampu mendorong dilakukannya penelitian ilmiah lanjutan mengenai khasiat obat dari tanaman tersebut yang sejak lama telah diserukan. Salah satu senyawa yang terdapat dalam tanaman ganja sering digunakan sebagai obat untuk beberapa penyakit. Salah satu senyawa tersebut bernama kanabidiol (CBD). Melansir Harvard Health Blog, senyawa tersebut merupakan bahan aktif kedua ganja yang paling umum. Meskipun merupakan salah satu dari ratusan senyawa komponen ganja, CBD tidak menyebabkan "high". Menurut laporan dari WHO, CBD, pada manusia tidak menunjukkan efek yang berpotensi pada penyalahgunaan atau ketergantungan. Sampai saat ini pun tidak ada bukti masalah pada kesehatan masyarakat yang terkait dengan penggunaan CBD murni. WebMD menjelaskan bahwa CBD paling sering digunakan untuk orang dengan gangguan kejang atau epilepsi. Selain itu, CBD juga dimanfaatkan untuk mengatasi kecemasan, nyeri, gangguan otot (dystonia), penyakit Parkinson, penyakit Crohn, dan lain-lain. Produk dengan CBD tertentu, contohnya seperti Epidiolex produksi GW Pharmaceuticals, telah terbukti mengurangi kejang pada orang dewasa dan anak-anak dengan berbagai kondisi yang terkait dengan epilepsi. Beberapa produk CBD untuk epilepsi yang dibuat di laboratorium juga sedang dipelajari lebih lanjut agar lebih akurat. Namun tetap saja, penelitiannya terbatas, tidak satupun dari produk CBD yang disetujui sebagai obat resep. Maka dari itu, seperti yang telah disampaikan pada situs PBB, bahwa adanya keputusan dan restu PBB dapat mendorong dilakukannya penelitian lebih lanjut.(Dhanty)




Editor : Intan

3 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page